Senin, 27 Februari 2017

Ini Teladan Rasullah untuk Kaum Lelaki

DARI ayahnya Hisyahm bin Urwah pernah bertanya kepada Aisyah, apa yang dilakukan Rasulullah SAW saat dirumah? Ia menjawab, "Beliau memperbaiki sandalnya, manambal pakaiannya dan menjahitnya, serta mengerjakan apa yang biasa dikerjakan oleh laki-laki di rumahnya. (HR Ahmad).
Kemudian, seorang sahabat bernama Urwah menanyakan juga, apa yang dikerjakan Rasulullah SAW di rumahnya? Ia menjawab, "Beliau seperti manusia biasa, mencuci pakaiannya, dan memerah susu kambingnya." (HR Imam Ahmad). Selain itu, Rasulullah SAW merupakan tokoh teladan bagi Kita dalam menyayangi anak.
Seorang sahabat Nabi bernama Ya'la bin Murrah mengatakan, kami keluar bersama Nabi untuk menghadiri undangan pesta dan saat itu, Hasan dan Husein sedang bermain di jalan. Nabi segera menghampiri mereka di depan orang-orang. Sekali-kali ia membawa mereka ke sana dan ke sini sambil mengajak keduanya tertawa.
Beliau memegang dagu Husein dengan sebelah tangannya dan sebelahnya memegang kepalanya. Kemudian, memeluk dan menciumnya. Beliau juga berkata, "Husein berasal dari aku dan aku termasuk darinya. Allah mencintai orang yang dicintai Husein. Husein adalah cucu di antara cucu-cucuku." (HR Ibnu Majah).
Ada beberapa hikmah dari hadis di atas. Pertama, memberikan contoh kepada orang yang berumah tangga bahwa pekerjaan rumah sebaiknya dikerjakan bersama. Saat istri sibuk mengurus anak dan tidak sempat mencuci piring. Suami menggantikan istri untuk memasak. Kalau halaman sedang kotor, suami tidak perlu menunggu istrinya yang sedang sibuk memandikan anak.
Kedua, suami istri sebaiknya memperhatikan meja makan saat di rumah. Sering makan bersama di rumah. Bersama dengan anak-anaknya. Ajarkan kepada anak-anak agar betah di rumah. Mengajarkan mereka pekerjaan rumah. Ubah persepsi bahwa kegiatan di rumah menyenangkan.
Semua pekerjaan rumah, baik mencuci, menyetrika, mengepel, maupun menyapu halaman termasuk pendidikan bagi anak-anak. Orang yang mengerjakan ini telah mendidik anak-anaknya untuk mencintai rumah. Kedua, menyadarkan kepada yang berumah tangga bahwa kegagalan mendidik anak bermula karena gagal mengatur aktivitas di rumah.
Orang tua dapat mengendalikan perilaku anak dari rumah. Mulai dari perilaku kebersihan hingga perilaku sosial. Perilaku bersih dapat dibentuk kalau orang tua senantiasa mau mengerjakan pekerjaan bersih-bersih rumah. Perilaku sosial dapat tumbuh jika makan dan minum selalu di meja makan.
Usahakan makan dan minum sebelum berangkat kerja dan anak belum berangkat sekolah. Kalau siang hari, semua sedang sibuk. Orang tuanya sibuk kerja dan anak sekolah. Ketiga, menghindari kekerasan rumah tangga. Kekerasan rumah tangga bermula dari hal kecil.
Terakhir, semua aktivitas di rumah bernilai ibadah. Mencium istri dan anak termasuk ibadah. Menjaga kebersihan rumah termasuk ibadah. Jadi berhasil mengerjakan aktivitas rumah jaminan kehidupan dunia dan akhirat. (*)

http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/17/02/22/olpygc313-pendidikan-keluarga

Siswa MA 45 Gianyar Siap Menghadapi USBN

LATIHAN - Sejumlah siswa/i MA 45 Gianyar menggelar latihan untuk menghadapi USBN.













MADRASAH Aliyah 45 Ginyar, Bali terus menggelar latihan mengerjakan soal bagi siswanya secara intensif untuk menghadapi  Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN).
"Persipan untuk pelaksanaan USBN sudah dilakukan," kata tenaga pengajar MA 45 Gianyar, Faris Amin di Jalan Astina Timur, Gianyar. Tak hanya dari segi teknis, persiapan pun dilakukan sejumlah guru untuk memberi pemahaman dan materi tambahan pada siswa/i kelas XII.
Tahun ini, pemerintah sudah menyiapkan model pengganti Ujian Nasional (UN), yakni Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN). Ada dua terobosan yang membedakan secara siginifikan antara UN dan USBN.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, perbedaan pertama adalah dalam USBN akan ditambahkan materi soal berupa esai. Perbedaan kedua, materi pembuatan soal akan diserahkan kepada pemerintah provinsi u
ntuk jenjang SMA/SMK, dan pemerintah kota/kabupaten untuk jenjang SMP.
Namun, pemerintah pusat akan menyisipkan beberapa pertanyaan, baik berupa pilihan ganda atau essai yang berfungsi sebagai indikator standar nasional. Selama ini, materi soal UN hanya berupa pilihan ganda dan dibuat sepenuhnya oleh pemerintah pusat.
"Soal esai ini untuk menggali kemampuan siswa agar berlatih berpikir kritis. Selama ini kan dalam UN tidak ada. Soal sisipan dari pemerintah pusat itu, tak akan berbeda-beda di setiap daerah. Wong namanya standar nasional, masa dibeda-beda," ujar Muhadjir usai menghadiri rapat kerja dengan Komisi X DPR RI, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, belum lama ini seperti dikutip dari lama "PR". (*)

Sabtu, 11 Februari 2017

Di Tangan Khalifah, Baghdad Jadi Kota Megah dan Beradab


SEJARAH Kota Baghdad memang mengagumkan. Kota ini dihuni oleh umat manusia sejak 4000 SM. Dahulu, kota tersebut menjadi bagian dari Babylonia kuno. Dan, sejak tahun 600 hingga 500 SM, secara bergantian dikuasai oleh Persia, Yunani, dan Romawi. Kata "Baghdad" itu sendiri berarti "taman keadilan".
Konon, ada taman tempat istirahat Kisra Anusyirwan. Kini, taman itu sudah lenyap, tapi namanya masih abadi. Pentingnya Kota Baghdad menarik perhatian khalifah kedua, Umar bin Khatthab RA. Maka, diutuslah seorang sahabat bernama Sa'ad bin Abi Waqqas untuk menaklukkan kota itu.
Singkat cerita, penduduk setempat menerima agama Islam dengan sangat baik hingga agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW ini dipeluk oleh mayoritas masyarakat Baghdad.
Dinasti Abbasiyah-lah yang kemudian membangun Kota Baghdad menjadi salah satu kota metropolitan di era keemasan Islam.
Pembangunannya diprakarsai oleh Khalifah Abu Ja'far Al-Mansur (754-755 M), yang memindahkan pusat pemerintahan Islam dari Damaskus ke Baghdad. Khalifah kedua dari Dinasti Abbasiyah itu, pada 762 M, menyulap kota kecil Baghdad menjadi sebuah kota baru yang megah.
Pemilihan Baghdad sebagai pusat pemerintahan Dinasti Abbasiyah didasarkan pada berbagai pertimbangan, seperti politik, keamanan, sosial, serta geografis. Damaskus, Kufah, dan Basrah yang lebih dulu berkembang tak dijadikan pilihan lantaran di kota-kota itu masih banyak berkeliaran lawan politik Dinasti Abbasiyah, yakni Dinasti Umayyah yang baru dikalahkan.
Sebelum membangun Kota Baghdad, Al-Mansur mengutus banyak ahli untuk tinggal beberapa lama di kota itu. Mereka diperintahkan untuk meneliti keadaan tanah, cuaca, dan kondisi geografisnya. Hasilnya, mereka menyimpulkan bahwa Baghdad yang terletak di tepian Sungai Tigris sangat strategis dijadikan pusat pemerintahan Islam. (*)

http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/17/02/09/ol3nrt313-alasan-baghdad-jadi-pusat-pemerintahan-abbasiyah

Rasul Tegur Fatimah Lantaran Ingin Memanjakan Diri

Waspada, Terjebak dalam ‘Kenikmatan Duniawi’ 

SUATU ketika, Fatimah az-Zahra, putri Rasulullah SAW, merasakan lelahnya mengurus rumah tangga. Setiap hari ia harus menyiapkan makanan dan segala keperluan dan kebutuhan rumah tangga untuk suami dan anak-anaknya.
Mulai dari mencuci pakaian, membuat tepung dan roti, hingga membersihkan rumah sehingga badannya tampak lebih kurus dari biasanya. Untuk meringankan beban, Fatimah bermaksud mencari seorang pembantu yang mau bekerja di rumahnya.
Fatimah mendengar berita bahwa Rasulullah mempunyai beberapa orang tawanan perang. Dia dan suaminya Ali bin Abi Thalib RA menemui Rasul dengan maksud meminta salah seorang dari mereka untuk menjadi pelayannya.
Rasul menolak permintaannya dan kepada keduanya beliau menyatakan, “Bagaimana aku akan memberimu seorang pelayan, sementara Ahlus suffah (para sufi yang tinggal di masjid Nabawi) sedang kelaparan dan aku belum tahu makanan apa yang harus aku hidangkan buat mereka. Namun demikian, aku tunjukkan kepada kalian berdua sesuatu yang lebih baik dari memiliki pelayan. Engkau menyebut subhanallah 33 kali, alhamdulillah 33 kali, dan Allahu Akbar 33 kali selepas shalat itu jauh lebih baik daripada engkau memiliki seorang pelayan.” Sejak mendengar nasihat Rasul tersebut, Ali bin Abi Thalib tidak pernah meninggalkan zikir dan wirid tersebut.
Kisah tersebut mengingatkan kita pada tiga hal. Pertama, larangan memanjakan diri secara berlebihan. Sebaliknya, setiap orang harus mampu mengurus diri sendiri dan rumah tangganya. Rasul SAW tidak ingin putrinya itu bergantung kepada orang lain, selagi mampu melayani diri sendiri.
Pendidikan kemandirian ini sekaligus menanamkan sifat dedikatif untuk mau melayani orang lain dan tidak selalu min ta dilayani. Pendidikan kemandirian ini sekaligus meneguhkan pentingnya model kepemimpinan dedikatif. “Sayyidul qaumi khadimuhum”(sebaik-baik pemimpin adalah yang mau melayani rakyatnya).
Kedua, spiritualisasi orientasi hidup jauh lebih penting da ripada terjebak dalam ‘kenikmatan duniawi’ sesaat yang menipu dan menyesatkan. Bagi seorang putri Rasul, membiasakan zikir dan wirid selepas shalat itu jauh lebih baik daripa da memiliki seorang pelayan. Tidakkah pada era sekarang banyak orang tua salah orientasi dalam mendidik dan membesarkan anak-anak mereka dengan menyerahkan pengasuhannya kepada pembantu? Berzikir kepada Allah setelah shalat merupakan bentuk pelayanan diri sendiri yang terbaik karena dapat membebaskan diri dari segala bentuk keluh kesah dan masalah.
Ketiga, menentukan skala prioritas. Rasul tahu persis apa yang menjadi kebutuhan putrinya maupun umatnya. Rasul menolak permintaan putrinya karena di Masjid Nabawi masih banyak hamba-hamba Allah yang kelaparan. Mereka lebih membutuhkan uluran tangan.
Kebijakan Rasul ini mempertegas komitmen seorang pemimpin untuk memahami realitas yang dihadapi rakyatnya dan bukan mengutamakan pribadinya. Pemimpin yang memiliki sense of crisis, kepedulian sosial, dan tidak mengedepankan pencitraan inilah yang harus diteladankan pada umatnya. Wallahu a’lam. (*)

http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/17/02/07/okypz9313-menjadi-pelayan-sejati

Kamis, 02 Februari 2017

Peradaban Bangsa Arab Sebelum Islam

ISLAM sesungguhnya lebih dari sekedar sebuah agama, ia adalah suatu peradaban yang sempurna. Karena yang menjadi pokok kekuatan dan sebab timbulnya kebudayaan adalah agama Islam, maka kebudayaan yang ditimbulkan dinamakan kebudayaan atau peradaban Islam. Sebelum kedatangan Islam, bangsa Arab sudah memiliki peradaban tersendiri. Berikut ini adalah penjelasan tentang agama dan peradaban bangsa Arab sebelum Islam.  

Sistem peribadatan bangsa Quraisy sebelum Islam
Pada permulaanya bangsa Arab Quraisy telah mengikuti dan meyakini ajaran agama Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail yaitu agama Hanifiyah, ”hanif”artinya yang benar dan lurus. Karena itu sejak dulu, ajaran tauhid sudah mengakar di hati. Pada masa jahiliyah orang Arab Quraisy banyak yang menyembah berhala atau patung-patung yang mereka buat sendiri dari batu, kayu dan ada juga yang dari logam. Menurut Ibnu Kalbi yang menyebabkan bangsa Arab menyembah berhala dan batu, ialah barang siapa yang meninggalkan kota Mekah harus membawa batu yang diambil dari batu-batu yang ada di tanah Haram Ka’bah. Hal itu mereka lakukan dengan maksud untuk menghormati tanah Haram dan untuk memperlihatkan cinta mereka terhadap kota Mekah. Kemudian di setiap tempat persinggahan, mereka meletakan batu itu dan bertawaf mengelilinginya seperti mengelilingi Ka’bah. Proses ini berlangsung terus menerus dan akhirnya mereka menyembah apa yang mereka sukai dan yakini Bangsa Arab mulai menyembah berhala ketika Ka’bah berada di bawah kekuasaan Jurhum. Pasukan yang dipimpin oleh Amr bin Luay al Khuzai dari keturunan Khuza’ah datang ke Mekah dan berhasil mengalahkan Jurhum. Kemudian Amr bin Luay al Khuzai meletakkan sebuah berhala besar bernama Hubal yang terbuat dari batu akik berwarna merah berbentuk patung manusia, yang ditempatkan di sisi Ka’bah. Kemudian ia menyeru kepada penduduk Hijaz supaya menyembah berhala itu. Disamping itu banyak lagi berhala-berhala yang lain seperti al-Latta tempatnya di Thaif, menurut Tsaqif (penduduk Thaif) al-Latta ini adalah berhala yang paling tua. Al-’Uzza tempatnya di Hejaz kedudukannya sesudah Hubal, Manath, tempatnya di dekat kota Madinah Manah ini dimuliakan oleh penduduk YatsribBeberapa bentuk pemujaan yang dianut oleh bangsa Arab sebelum datangnya agama Islam:
1. Menyembah Malaikat, diantara bangsa Arab ada yang menyembah berhala dan menuhankan Malaikat. Di kota Mekah ada sebagian bangsa Arab yang menganggap bahwa Malaikat itu adalah putera-puteri Tuhan.

2. Menyembah jin, ruh dan hantu sebagian bangsa Arab yang menyembah hantu, jin dan ruh-ruh leluhur mereka atau menganggap batu-batu sebagai makluk yang terhormat. Bahkan disuatu tempat jin yang terkenal dengan nama ”Darahim” mereka selalu mengorbankan binatang-binantang di tempat itu agar selamat dan terhindar dari segala bencana.

3. Menyembah bintang-bintang, yang dimaksud bintang-bintang adalah matahari, bulan dan bintang-bintang yang gemerlap cahayanya pada malam hari, mereka menganggap bintang-bintang tersebut diberikan kekuasaan penuh oleh Tuhan untuk mengatur alam ini.

4. Menyembah berhala, sebagian bangsa Arab menyembah berhala atau arca-arca yang terbuat dari batu, kayu dan logam yang bereka buat sendiri dan dengan selera mereka sendiri uantuk kemudian mereka sembah.

5. Agama Yahudi dan Nasrani (Kristen), agam Yahudi mulai masuk ke jazirah Arab tahun 1491 SM, mula - mula di Mesir pada zaman Nabi Musa as. Sedangkan agama Nasrani (Kristen) masuk ke jazirah Arab kira-kira abad ke-4 M, agama Nasrani berkembang di jazirah Arab karena mendapat bantuan dari kerajaan Romawi dan Habsyi.

Sebelum Islam, orang-orang Arab Quraisy juga banyak percaya pada takhayul, antara lain:
1. Di dalam setiap perut orang ada ular, perasaan lapar timbul karena ular menggigit usus manusia.
2. Mereka biasa mengenakan cincin dari tembaga atau besi, dengan keyakinan untuk menambah kekuatan.
3. Bila mereka mengharapkan turun hujan, mereka mengikatkan rumput kering pada ekor kambing.

Keadaan  Sosial  masyarakat  Quraisy  sebelum Islam 
Keadaan sosial ekonomi masyarakat Arab sangat dipengaruhi oleh kondisi dan letak geografisnya. Bagian tengah jazirah Arab terdiri dari tanah pegunungan yang tandus. Oleh sebab itu banyak penduduk yang hidupnya tidak menetap, mereka tinggal di pedalaman, yaitu masyarakat Badui, yang mata pencahariannya beternak. Mereka berpindah pindah dari satu lembah ke lembah yang lain mencari rumput untuk hewan ternaknya. Bidang pertanian dikerjakan oleh suku-suku yang bertempat tinggal di daerah-daerah subur, terutama mereka yang mendiami daerah subur di sekitar Oase seperti Thaif  di tempat ini mereka menanam buah-buahan dan sayur sayuran.
Masyarakat Arab yang tinggal diperkotaan biasanya mereka berdagang.  Mereka dinamakan Ahlul Hadhar, kehidupan sosial ekonomi mereka sangat ditentukan oleh keahlian mereka dalam perdagangan. Oleh karena itu, bangsa Arab Quraisy sangat terkenal dalam dunia perdagangan. Mereka melakukan perjalanan dagang pada dua musim dalam setahun, yaitu ke Negara Syam pada musim panas dan ke Yaman pada musim dingin.
Di kota Makkah terdapat pusat perdagangan, yaitu pasar Ukaz, yang dibuka pada bulan-bulan tertentu, seperti Zulqo’dah, Zulhijjah dan Muharram. Dalam bidang sosial politik, masyarakat Arab pada masa jahiliyah tidak memiliki sistem pemerintahan yang mapan dan teratur. Mereka hanya mempunyai pemimpin yang disebut Syeikh atau Amir, yang mengurusi persoalan mereka dalam masalah perang, pembagian harta dalam pertempuran tertentu. Di luar itu seorang Syeikh tidak berkuasa atau tidak berhak mengatur anggota kabilahnya.
Di samping itu, bangsa Arab sebelum Islam juga telah mampu mengembangkan ilmu pengetahuan. Hal ini misalnya dapat dilihat dari berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang di dalam kehidupan masyarakat Arab pada waktu itu. Di antara ilmu pengetahuan yang mereka kembangkan adalah astronomi, yang ditemukan oleh orang-orang Babilonia. Mereka ini pindah ke negeri Arab pada waktu Negara mereka diserang oleh bangsa Persia. Dari mereka inilah bangsa Arab belajar banyak ilmu astronomi.
Tata sosial bangsa Arab sebelum Islam terkenal pemberani di dalam membela pendiriannya mereka tidak mau mengubah pendirian serta tata cara hidup yang sudah menjadi kebiasaannya, tidak mau mengalah, namun ada sisi kebiasaan yang baik yaitu suka menghormati dan memuliakan tamu.
Moral dan perilaku sangat rusak sehingga mereka disebut kaum jahiliyah ”yang bodoh”, berjudi minum-minuman keras dilakukan secara bersama-sama, bahkan tak jarang mereka merampok sehingga sering menimbulkan peperangan antar suku. Yang lebih buruk lagi moralnya adalah adanya suku Arab yang mengubur bayi perempuan mereka secara hidup-hidup, mereka beranggapan bahwa anak perempuan itu tidak berguna dan hanya menysahkan orang tua. Oleh karena itu mereka merasa  terhina apabila mempunyai anak perempuan. Diantara suku yang melakukan perbuatan keji dan tak berperikemanusiaan itu adalah suku bani Tamim dan suku bani Asad.  
Dalam bidang bahasa dan seni bahasa, orang-orang Arab pada masa pra Islam sangat maju. Bahasa mereka sangat indah dan kaya. Syair-syair mereka sangat banyak. Dalam lingkungan mereka seorang penyair sangat dihormati. Tiap tahun di Pasar ‘Ukaz diadakan deklamasi sajak yang sangat luas. Selain ‘Ukaz masih ada pasar yang dijadikan tempat berkumpulnya para penyair yaitu pasar Majinnah dan Zul Majaz. Salah satu dari pengaruh syair pada bangsa Arab ialah bahwa syair itu dapat meninggikan derajat seorang yang tadinya hina atau sebaliknya menhinakan seseorang yang tadinya terhormat.
Satu-satunya alat publisistik yang amat luas lapangannya yaitu Khithabah. Disamping sebagai penyair, orang-orang Arab Jahiliyah juga sangat fasih berpidato dengan bahasa yang indah dan bersemangat. Para ahli pidato pada saat itu mereka mendapat derajat tinggi seperti para penyair.
Salah satu kelaziman dalam masyarakat Arab Jahiliyah adalah mengadakan majelis atau nadwah sebagai sarana untuk mendeklamasikan sajak, bertanding pidato, tukar menukar berita dan lain sebagainya. Seperti: Nadi Quraisy dan Darun Nadwah yang berdiri di samping Ka’bah sebagian dari nadwah mereka.
Begitulah seorang ahli sejarah Islam, Ahmad Amin memberi definisi tentang kata-kata Arab Jahiliyah yaitu orang-orang Arab sebelum Islam yang membangkang kepada kebenaran. Mereka terus melawan kebenaran, sekalipun telah diketahui bahwa itu benar. Jadi jahiliyah bukanlah Jahl yang berarti bodoh. (*)


Bahaya Debat Tanpa Ilmu, Lebih Baik Menghindar

Tiga Hal yang Merusak Agama: Ketergelinciran Orang-orang Alim, Debat Kusir Kaum Munafik terhadap Alquran, dan Pemimpin yang Menyesatkan


Oleh: Rahmat Pramulya

HIDUP pada era media sosial saat ini saling cerca dan caci karena berbeda pendapat, berbeda kepentingan, berbeda dukungan rasanya sudah menjadi makanan sehari-hari. Adab berpendapat pun menjadi barang mahal saat ini.
Terhadap suatu peristiwa, para netizen tak jarang terjebak pada perdebatan sengit yang memicu lontaran umpatan dengan bahasa yang kotor dan jauh dari kesantunan. Berdebat sesungguhnya bukan hal terlarang. Bahkan, Islam sebagai agama rahmatan lil alamin tidak menolak perdebatan.
Islam sangat menganjurkan umatnya untuk saling berdebat dengan cara yang baik. Perdebatan yang ditekankan Islam adalah yang didasarkan pada semangat ilmiah (debat yang didasari ilmu). Sebuah perdebatan yang didasari oleh semangat untuk menemukan kebenaran, bukan memperoleh kemenangan. Dalam debat ilmiah, nilai yang dipakai adalah benar salah, bukannya menang kalah.
Islam sangat melarang perdebatan kosong atau debat kusir, sebuah perdebatan yang tidak didasari ilmu pengetahuan dan hikmah. Karena perdebatan-perdebatan kosong itu tidak menghasilkan makna apa-apa, bahkan cenderung menimbulkan permusuhan.
Umar bin Khattab RA memperingatkan, "Tiga hal yang merusak agama: pertama, ketergelinciran orang-orang alim; kedua, debat kusir kaum munafik terhadap Alquran; ketiga, pemimpin yang menyesatkan."
Di antara tradisi yang dilakukan oleh para salafus saleh adalah menjauhi debat yang tidak bermanfaat serta menjauhi perselisihan dalam urusan agama. Perdebatan para salafus saleh rata-rata disemangati ruh ilmiah. Perdebatan Ibnu Rusyd dan Imam Ghazali, misalnya, melalui buku-bukunya yang berjudul Tahafutul Falasifah (karya Al Ghazali) dan Tahafut Tahafut (karya Ibnu Rusyd).
Imam Ghazali ataupun Ibnu Rusyd saling berdebat, tetapi orientasinya adalah menemukan kebenaran ilmiah, bukan debat kusir seperti kebanyakan para netizen pada abad ini.  Di media sosial tak sedikit kita jumpai seseorang sering berkomentar nyinyir, tetapi tidak didasari ilmu. Adapun yang terjadi kemudian adalah saling tuduh dan fitnah.
Imam Ahmad berkata, "Berpeganglah kalian dengan atsar sahabat dan hadis, dan sibukkan diri kalian dengan hal-hal bermanfaat. Jauhilah berbantah-bantahan karena orang yang suka berdebat tak akan beruntung."
Ini sangat berbeda dengan generasi sekarang yang umumnya suka berdebat-debat kosong alias debat kusir, sibuk saling hujat dan bersilat lidah untuk saling menghina dan mencela. Para salafus saleh melarang manusia dari debat sia-sia.
Debat kusir hanya menghabiskan energi dan waktu. Keengganan berdebat bukan karena tak pandai atau takut kepada manusia, melainkan lebih karena wujud rasa takut kepada Allah SWT. Debat kusir adalah sebuah kesia-siaan. Melakukan kesia-siaan apa pun bentuknya sama halnya dengan perbuatan zalim yang sangat dimurkai Allah SWT. (*)

http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/17/02/01/okp7wa313-bahaya-debat-tanpa-ilmu

Kisah Pemberani Para Pejuang Dakwah Mengarungi Laut Tengah

Agama Islam Masuk ke Siprus sekitar 649 Masehi

ANAS bin Malik RA meriwayatkan dari bibinya, Ummu Haram binti Malhan, bahwa Rasulullah SAW pernah tidur siang di rumah bibinya. Kemudian, beliau terbangun dan seraya tersenyum kemudian bersabda, “Telah diperlihatkan kepadaku segolongan orang dari umatku menyeberangi lautan (Laut Tengah) layaknya para raja yang duduk di atas singgasana.”
Lalu, Ummu Haram berkata, “Wahai Rasulullah, doakanlah diriku agar aku termasuk di antara mereka.” Beliau menjawab, “Engkau termasuk di antara mereka.”  Ubadah bin Shamit RA menikahi Ummu Haram. Kemudian, seperti tertulis dalam Atlas Haditskarya Dr Syauqi Abu Khalil, Rasulullah SAW mengirim mereka untuk menyeberangi laut.
Setelah Ubadah berhasil membawanya menyeberangi lautan, Ummu Haram menaiki binatang tunggangan. Namun, binatang itu justru menyerangnya sehingga Ummu Haram pun syahid di Siprus.
Memiliki nama lengkap Ummu Haram binti Mulhan bin Khalid bin Zaid bin Haram, ia adalah seorang sahabat wanita yang selalu ikut berangkat bersama pejuang Muslim dan sempat mengikuti beberapa kali pertempuran. Salah satunya ambil bagian dalam penaklukan Siprus bersama suaminya, Ubadah. Sebelumnya, Ummu Haram juga ikut dalam Perang Badar dan Uhud.
Tak hanya berlaga di Tanah Arab, Ummu Haram rupanya bercita-cita dapat menyertai para mujahidin yang menaiki kapal untuk menyebarkan dakwah Islam ke tanah seberang. Akhirnya, Allah mengabulkan citacitanya. Bersama sang suami, ia mengarungi Laut Tengah untuk berjihad ke Siprus.
Namun, di sanalah Ummu Haram syahid ketika terlempar dari hewan yang ditungganginya. Ia kemudian dikubur di sana. Ketika itu, pemimpin pasukan Muslim adalah Muawiyah bin Abu Sufyan pada masa Khalifah Utsman bin Affan. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 27 Hijriah.
Siprus merupakan nama sebuah pulau di Laut Tengah bagian timur. Pulau yang sekarang menjadi sebuah negara ini terkenal sejak zaman kuno karena kekayaan mineral, anggur, dan keindahan alamnya. Siprus terdiri atas pegunungan tinggi, lembah yang subur, dan pantai yang luas. Ini adalah pulau terbesar ketiga di Mediterania setelah Sisilia dan Sardinia.
Secara umum, luasnya tidak lebih besar dari Jakarta. Agama Islam masuk ke Siprus sekitar 649 Masehi, pada saat pemerintahan Islam di Madinah dipimpin oleh Khalifah Utsman bin Affan. Demi menyebarkan dakwah ke Siprus inilah, para mujahid Islam kerap mengarungi Laut Tengah, di antaranya, Ummu Haram dan suaminya. (*)

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/17/02/02/okr183313-laut-tengah-saksi-perjuangan-dakwah

Rabu, 01 Februari 2017

Ini Para Khalifah Abasiyah yang Wajib Dicontoh, Kebijakannya Membumi

“Keberanian khalifah Abu Ja’far al Mansur memindahkan dan membuka pusat kota Bagdad menjadi kota terbuka untuk semua peradaban masuk dan sikap amanah ,adil dan  cnta ilmu dari khalifah  Harun  al  Mansur dan  al Muktasim  membawa peradaban terutama ilmu  pengetahuan  Abasiyah  menjadi  pesat  dan sempurnah”

 
PERKEMBANGAN  peradaban mengalami puncak kejayaannya pada masa  Abasiyah. Keadaan itu terjadi karena peran  para Khalifah  dan kebijakan yang  mereka tetapkan. Khalifah yang membuat kebijakan dan menjadi khalifah  pertama melaksanaan kebijaka  tersebut adalah Khalifah  Harun al Rasyid  dan  putranya  al Makmun. Mereka berdua adalah pembuat  kebjikan tentang  kewajiban  talabul ilmu dan  mereka sangat  cinta  ilmu. Dari  37  khalifah Abasiyah  yang memerintah  terdapat  beberapa  khalifah  yang  terkenal diantaranya;

1.Abu  Jakfar Al Mansur
Beliau  di  kenal  sebagai khalifah  yang  cerdas  dan  tegas. Dialah  yang menetapkan  tujuh kebijakan  khalifah  yang menjadi pedoman pemerintahan  bani Abasiyah. Tujuh  kebijakan ini  di  analisa  oleh  para  ahli  sejarah bahwa,  penyokong,  pendorong  dan mampuh memberi motivasi besar  dalam  perkembangan ilmu pengetahuan  di bani Abasiyah. Pada  masa pemerintahan Abu Ja’far  kerajaan  besar  di  selat  Bosporus dapat  di  taklukan  oleh pasukan  Islam dan  Ratu  Irene  sebgai  penguasa  wilayah  itu takluk  dan  membayar   upeti  yang  banyak pada Abu Ja’far  al  Mansur . Ratu  Irene  harus  membayar  mahal  pada  kekalahannya  tersebut. Ratu  harus  menjual  beberapa gereja  hanya  untuk mendapatkan  emas ntuk  bayar  kepada  khalifah Abu Ja’far
Ulama besar Ibnu Tabatiba tentag kehidupan al Mansur adalah,” al  Mansur  seoang raja  yang agung,  tegas  dan  bijaksana, alim, berfikir  cerdas, pemeintahannya  rafi, amat  disegani  oleh  rakyat  dan baik budi  pekertnya, Ibnu Tabatabi mengutip kata-kata Yazid bin Umara bin Hubairah mengenai al Mansur: aku  tidak pernah menjumpai seorang laki-laki dimasa  perang atau  damai  yang  siap siaga, lebih bijak  dan  sadar dari pada  al Mansur”

 2.Harun Al  Rasyid
Lahir  di kota kecil Raiyi pada tahun 145 H = 767 M. Ibunya seorang hamba  yang  juga  ibundanya al Hadi,  ayahandanya  adalah al Mahdi khalifah ketiga Abasiyah yang memerintah  selama 10  tahun.  Harun adalah  seorang halifah yang  paling  dihormati ,  alim  dan  sangat  di muliakan sepanjang  usia  menjadi khalifah. Pada  waktu melaksanakan  ibadah  haji, beliau  bersembahyang  seratus  rakaat  seiap hari dan  pergi menunaikan  ibadah  haji  dengan  berjalan  kaki. Semua perbuatannya  terutama didalam  bershadaqah  sama  dengan al  Mansur, beliau  sangat  rahim  dan pemurah  behubungan  dengan  harta   benda yang  dimilikinya. Pemerintahan  khalifah  Harun  al Rasyid  adalah puncak  keemasan  bani  Abasiyah. Kota Bagdad  sebagai ibukota  Negara telah mencapai puncak kejayaannya  pada masa  itu.  Bukan  khalifah  saja  yang mendapatkan limpahan harta  kekyaan  dari  kejayaan  itu,  akan  tetapi  semua  pembesar  istanah  sepeti pegawai-pegawai  pemerintah, panglima-panglima  tentara dan  para  pekerja  istanah  lainnya. Di dalam kota  Bagdad di bangun taman-taman kota  yang indah, saluran –saluran  air yang jalan  lancar.
Dizaman Harun al  Rayid itu  juga Baitul  Mal ditugaskan  menanggung narapidana  dengan memberikan setiap  orang makanan  yang  cukup serta  pakaian musim panas dan musim dingin. Khalifah Harun al Rasyid menjadikan program social  tersebut di  atas sebagai tugas dan  tanggung  jawab  Baitu  Mal. Salah  satu  pogram Harun  al  Rasyid  yang  membuat  beliau  terkenal  adalah dengan  mendirikannya, Baitul Hikmah yang  merupakan sebuah instutisi kebdayaan  dan  fikiran  cemerlang pada  zaman  itu. Lembga intitusi kebudayaan terbesar dan terlengkap  ini  menjadi  rujuan  para pelajar  eropa  yang  belajar dari Islam,  kemudian  kembali  ke  eropa mereka  kembangan  menjadi lembaga-lembaga kajian yang menjadi perintis  jalan  menuju masa Renaisance dan  Industialisasi di  eropa abad ke 17.

3.Al Makmum
Khaliafah al  Makmum  berkuasa  tahun 198H-218H, dia  dilahirkan dari  seorang ibu hamba sahaya bernama Marajil. Dia di lahirkan  enam bulan lebih  dahulu  dari  saudara sebapak  al  Amin. Sifat –sifat  beliau  yang  sangat  menonjol diantaranya pemaaf, beliau memaafkan peberontak  Fadhli bin ar Rabi’yah yang  telah  menghasut komplotan penjahat menentang  dirinya. Beliau  juga  memaafkan Ibrahim bin  al Mahdi yang  telah  melantik dirinya sebagai khalifah  di  Bagdad pada  waktu  itu khalifah al Mamum sedang  di luar  kota Bagdad. Walaupu  saudara-saudara al Makmum  menghendaki Ibrahi  di  bunuh  akan  tetapi khalifah al Makmum  tetap  berisikera  untk memaafkan  Ibrahim. Khalifah al Makmum termasuk khalifah  yang  memerintah pada saat masa keemasan Abasiyah,  beliau juga  seorang  pencinta  ilmu  dan pemerhati  masalah  social  seperti  bapaknya Harun al Rasyid.

4.Al Muktasim
Nama  aslinya  adalah Abu  Ishak Muhammad al Muktahim lahir  tahun 187 H dan memerinah tahun 467 -487 M,  beliau  dibesarkan dalam  suasana  ketentaraan. Pada  masa khalifah  al  Makmum pendahulunya  al Muktshim merupakan tangan kannnya bagi menyelesaikan kesulitan dan memimpn  peperangan. Karena  sikap  keberanian dan  tegas  itulah  maka khalifah al Makmum  kakaknya  melantiknya sebagai putra  mahkota. Al Muktashim menjadi  khalifah  setelah kakaknya  al Makmum  wafat. Al Muktasim memerintah pada  masa Abasiyah  masih mengalami kejayaan  peradaban  ilmu pengetahuan,  beliau  juga  terkenal  sebagai pencnta  ilmu  dan  pengembangan  ilmu pngetahuan.

Kebijakan  Khalifah Bani  Abasiyah
Khalifah Abu  Ja’far  al Mansur, khalifah ke dua dari pemerintahan bani Abasiyah menetapkan  tujuh kebijakan pemerintahan Abasiyah sebagai  kontrol pemerintahan. Dan
tujuh  kebijakan  ini telah menjadi  pedoman bagi 9 khalifah  Abasiyah pada  fase pertama dalam menjalankan pmerintahannya, meskipun mereka tidak  melaksanakannya  secara  utuh tujuh  kebijakan  tersebut.  Kebijakan  tersebut  adalah;
1.Memindahkan  pusat  kekuasaan bani  Abasiyah  dari  Hasyimiyah  ke Bagdad
2. Kota Bagdad  sebagai pusat  kekuasaan Abasiyah di buka menjadi kota pintu  terbuka  
    untuk semua peradaban dari berbagai  bangsa masuk. Hal ini dilakuan oleh para khalifah 
    melihat  pengalaman pola  pengembanga  budaya  dan  ilmu masa  bani Umaiyah  yang
    bersifat   arab  oriyented,  akibatnya  adalah  budaya  dan  ilmu pengetahuan menjadi  
   lambat berkembang.
3.Ilmu pngetahuan  di  pandang  sabagai suatu  yang  sangat mulia dan  berharga.
 Para khalifah  adalah  orang-orang  yang sangat mencintai  ilmu dan membuka 
     Kesempatan ilmu pengetahuan  seluas-luasnya.
         4.Rakyat  di beri kebeban  berfikir serta  memperoleh  hak asasinya dalam  segala  bidang    
           Seperti; aqidah, ibadah, filsafat, dan  ilmu pengetahuan. 
        5.Para  menteri keturnn  Persia di beri  hak  penuh untuk  menjalankan pemerintahan
Sehingga mereka memegang peranan penting dalam memajuankebudayaan  dan ilmu
Pengetahuan.    
        6.Berkat  usaha khalifah  Abasiyah  yang  sungguh-sungguh dalam  membangun ekonomi
Islam, pemerinthan  islam Abasiyah memiliki perbendaharaan  harta  yang  cukup me
  Limpah di  baitu maal hasil rampasan  perang  dari kemenngan  perang.    
       7.Dalam pengemngan  ilmu  pengetahuan para  khalifah  banyak yang  mendukug per
Kembangan ilmu penetahuan,  sehingga  anyak  buku-buku yang  dikarang  oleh ilmuan 
Dalam  lembga-lembaga ilmu penegtahan  yang  di bangun untuk  memfasilitasi kegia
tan masyarakat  dalam  menimbah  ilmu pengetahuan.                                                                             8. Masyarakat  dapat  di  bagi  menjadi  dua  kelompok  besar,  yaitu  kelompok  petama , kelompok khalifah, terdiri  dari khalifah  dan  keluarga, para pembesar  dan pekerja yang  bekerja   di  istanah,  mereka  di  beri  penginapan didalam wilayah istanah ( daarul khalifah). Kelompok  kedua .yaitu  kelompok  masyarakat  umum yang  terdiri  para guru, ulama, petani, buruh, filosof dan  masyarakat  pada  umumnya. Tujuan dari pembagian menjadi dua kelompok  masyarakat dimaksud agar pembagian tugas menjadi jelas,  bukan  justru  untuk mebuat  gep antara sesame  masyarakat  islam atau antara masyarakat  Islam dengan masyarakat  non Islam,  meskipun  kenyataan dalam masyaraka terjadi dikotomi dalam masyrakat Islam Abasiyah antara para  pemebesar dengan masyarakat  umum terjadi perbedaan kelas masyarakat.
       Delapan kebijakan  khalifah  Abasiyah tersebut oleh  para  pakar  sejarah bahwa tujuh  kebijakan  khalifah itu mampuh meciptakan suasana belajar yang    kondusif, memotivasi  masyarakat  Abasiyah  untuk belajar  dengan sungguh-sungguh, dan mampuh  mebentuk budaya beajar  dengan  sesungguhnya bagi masyarakat  Abasiyah pada umumnya. (*)